Oktober 10, 2010

Kisah Sa'id Al-Harits dan Al-Khalidah

Rafi' bin 'Ubaidullah berkata, "Hisyam bin Yahya Al-Kanani berkata kepadaku, 'Aku ingin mengisahkan kepadamu sebuah peristiwa yang aku saksikan sendiri, dan Allah menjadikan peristiwa itu berguna bagiku. Mudah-mudahan Allah juga menjadikannya berguna bagimu.' Aku berkata, "Wahai Abu Al-Walid (panggilan Hisyam bin Yahya), ceritakanlah peristiwa itu kepadaku!'

"Dia berkata, 'Aku ikut serta dalam perang melawan Romawi pada 38 H. Bersama kami ada Maslamah bin 'Abdul Malik dan 'Abdullah bin Al-Walid bin 'Abdul Malik. Dalam perang ini, Al-Thuwanah ditakhlukan atas izin Allah Azza wa Jalla. Kami ditempatkan bersama pasukan dari Basrah dan Al-Jazirah di satu tempat. Kami bergantian dalam melakukan pelayanan dan penjagaan, dan menyiapkan perbekalan dan makanan ternak. Bersama kami juga ada seseorang bernama Sa'id bin Al-Harits; orang yang rajin beribadah, termasuk puasa dan shalat malam. Kami ingin meringankan pekerjaannya ketika dia mendapatkan giliran, tetapi dia menolak. Dia tetap menjalankan tugasnya tanpa mengurangi ibadahnya sedikitpun.

"Aku melihat dia selalu beribadah dengan sungguh-sungguh siang dan malam. Ketika tidak ada kesempatan untuk mendirikan shalat atau sedang menjaga pasukan di malam hari, dia tidak henti-hentinya berdzikir kepada Allah Swt. dan membaca Al-Quran. Pada suatu malam, aku mendapat giliran untuk menjaga pasukan bersamanya. Kami mengepung salah satu benteng Romawi yang menyebabkan kami mengalami keadaan yang sulit. Namun, pada malam itu, aku melihat dia sedang beribadah dengan penuh kesabaran. Aku merasa kagum tehadap kekuatan fisiknya, dan ketika itu aku sadar bahwa Allah memberikan keutamaan kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Anehnya, pada pagi hari, dia tidak tampak kelelahan.


"Aku berkata kepadanya, 'Semoga Allah merahmatimu. Dirimu memiliki hak yang harus engkau penuhi, dan matamu juga memiliki hak yang harus engkau penuhi. Aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, 'Lakukanlah pekerjaan menurut kesanggupan kalian.' Aku juga menyebutkan hadis-hadis lain seperti itu. Namun, dia menjawab, 'Saudaraku, napas bisa dihitung, umur ada batasnya, dan hari-hari pun akan berakhir. Aku sedang menunggu kematian dan tak lama lagi nyawa akan dicabut.' Sungguh jawabannya membuatku menangis, dan aku berdoa kepada Allah agar menganugerahkan pertolongan dan keteguhan kepadanya.

"Kemudian, aku berkata kepadanya, 'Tidurlah walau sebentar untuk beristirahat! Sebab, engkau tidak tahu apa yang akan dilakukan musuh. Jika musuh melakukan sesuatu, tenagamu sudah pulih.' Dia pun tidur di dalam tenda. Sementara itu, orang-orang pergi menunaikan tugas masing-masing. Aku sendirian dan teman-teman tinggal di tempat itu untuk menjaga kendaraan meraka dan mempersiapkan logistik bagi mereka. Tiba-tiba, aku mendengar suara di dalam tenda. Aku heran, karena di dalam tenda itu hanya ada Sa'id yang sedang tidur. Aku mengira bahwa seseorang telah masuk ke dalam tenda tanpa aku ketahui.

"Aku masuk ke dalam tenda, tetapi aku tidak menemukan siapapun selain Sa'id yang sedang tidur. Dia berbicara dan tertawa, semetara matanya tetap terpejam. Aku memerhatikannya dan menghafalkan apa yang dikatakannya dan senag mengulang-ulangnya. Kemudian, dia menjulurkan tangan kanannya seakan-akan mengambil sesuatu, lalu menariknya lagi perlahan-lahan sambil tertawa dan berkata, 'Malam ini!' Kemudian, dia langsung duduk dan sambil menggigil, lalu aku mendekapnya beberapa saat. Dia menengok ke kanan dan ke kiri, lalu diam hingga kesadarannya pulih lagi. Dia bertahlil, bertakbir dan memuji Allah Swt.

"Aku bertanya, 'Saudaraku, apa yang terjadi padamu?' Dia menjawab, 'Aku baik-baik saja, wahai Abu Al-Walid!' Aku melihat sesuatu pada dirimu dan mendengar suatu ucapan darimu ketika sedang tidur.' Mulanya, dia tidak mau menceritakan kepadaku apa yang telah dia alami. Dia berkata, 'Aku minta maaf atas kejadian itu.' Namun, aku terus mendesaknya dan berkata, 'Ceritakanlah kepadaku, semoga Allah memberikan pelajaran dan kebaikan dari kejaidan ini.'

"Selang beberapa saat, Sa'id pun menceritakan apa yang terjadi dalam mimpinya, bahwa ada dua orang yang dia lihat rupanya berkata kepadanya, 'Hai Sa'id, saya beritahukan kepadamu bahwa Allah telah mengampuni dosamu, berterima kasih atas perbuatanmu, menerima amalmu, mengabulkan doamu, dan menyegerakan kabar gembira (bahwa kamu akan meraih surga) dalam kehidupan ini. Oleh karena itu berangkatlah bersama kami sehingga kami dapat memperlihatkan kepadamu kenikmatan yang telah dijanjikan oleh Allah kepadamu.'

"Sa'id terus menceritakan apa yang telah dia lihat, seperti istana-istana, bidadari-bidadari yang menyambut kedatangannya, gadis-gadis hingga sofa di atasnya duduk bidadari seperti mutiara yang tersimpan.

Bidadari itu berkata kepadanya, 'Kami telah lama menunggumu.'
Sa'id bertanya, 'Dimana saya?'
Bidadari itu menjawab, 'Di Surga Ma'wa.'
'Siapakah Anda?'
'Saya adalah istrimu yang abadi.'

"Sa'id berkata, 'Saya mengulurkan tangan kepadanya, tetapi dia menolaknya dengan lembut. Bidadari itu berkata, 'Bukan sekarang. Kamu akan kembali ke dunia.' Saya berkata, 'Saya tidak ingin kembali.'
Bidadari itu meneruskan, 'Kamu akan tinggal di sana selama tiga hari. Pada hari ketiga, kamu akan berbuka puasa bersama kami, insya Allah.'
'Kemudian aku bangkit dari tempat pertemuannya, dan aku terduduk ketika dia berdiri. Ternyata, aku baru saja tertidur.'

"Aku (Hisyam) berkata, 'Saudaraku, bersyukurlah kepada Allah. Dia telah memperlihatkan kepadamu pahala amalmu.' Sa'id bertanya kepadaku, 'Adakah orang lain yang melihat apa yang kualami?' Aku menjawab, 'Tidak.' Dia berkata, 'Atasa nama Allah, aku mohon engkau tidak menceritakannya kepada orang lain selama aku masih hidup.' Aku menjawab, 'Ya.' Dia bertanya, 'Apa yang dilakukan oleh teman-teman kita?' Aku menjawab, 'Sebagian mereka sedang bertempur dan sebagian lagi memenuhi kebutuhan mereka.' Kemudian dia berdiri, bersuci, mandi, memakai wewangian, mengambil senjata, dan berjalan ke tempat pertempuran, padahal dia sedang berpuasa. Dia terus bertempur hingga malam.

"Ketika temn-temannya kembali, dia ikut bersama mereka. Mereka berkata kepadaku, 'Hai Abu Al-Walid, orang ini melakukan sesuatu yang tidak pernah kami lihat dilakukan oleh siapapun. Dia sangat menginginkan mati syahid. Dia menyambut bidikan panah dan lemparan batu dari musuh. Namun, dia mampu menangkis semuanya.' Aku berkata dalam hati, 'Sekiranya kalian mengetahui ihwal dirinya, tentu kalian akan berlomba-lomba untuk melakukan seperti apa yang dilakukannya.' Dia berbuka dengan sedikit makanan, malamnya dia shalat tahajud, dan esok harinya dia berpuasa lagi. Dia melakukan seperti apa yang dilakukannya pada hari sebelumnya, Pada sore hari, dia kembali. Lalu, teman-temannya menyebutkan ihwal dirinya, seperti yang mereka katakan pada hari sebelumnya.

"Pada hari ketiga, setelah dua hari berlalu, aku berangkat bersamanya. Aku berkata dalam hati, 'Aku harus menyaksikan bagaimana keadaannya dan apa yang akan terjadi padanya.' Sepanjang siang itu, dia selalu menyambut serangan musuh, tetapi tidak satupun serangan yang mengenainya. Aku hanya menyaksikan dari kejauhan, tidak mampu mendekat kepadanya. Ketika matahari terbenam, dia sangat bersemangat. Tiba-tiba seseorang dari atas dinding benteng mengarahkan anak panahnya kepadanya dan mengenai tubuhnya sehingga dia jatuh tersungkur. Aku menyaksikan kejadian itu. Lalu, aku memanggil orang-orang sambil berteriak sehingga mereka segera menghampirinya dan membopongnya. Ketika aku melihatnya, aku berkata kepadanya, 'Selamat bagimu atas apa yang dengannya kamu berbuka pada malam ini. Alangkah beruntung jika aku ikut bersamamu.' Dia menggerakkan bibir bawahnya dan memberi isyarat dengan kedipan matanya sambil tersenyum. Maksudnya, agar aku merahasiakan ihwal dirinya sebelum dia meninggal.

"Dia berkata, 'Segala puji bagi Allah yang telah menepati janji-Nya kepada kami.' Demi Allah, tidak ada kata-kata lain yang keluar dari mulutnya selain kalimat itu. Kemudian, Allah mencabut nyawanya. Seketika itu, aku berteriak keras sekali, 'Hai hamba-hamba Allah, hendaklah orang-orang yang beramal melakukan seperti apa yang dilakukan orang ini! Dengarkanlah apa yang akan aku beritahukan kepada kalian tentang orang ini!' Orang-orang segera berkumpul di sekelilingku. Lalu, aku menceritakan kepada mereka apa yang telah aku saksikan sambil menangis terisak-isak. Serentak merek pun bertakbir dan medan pertempuran itu pun seperti bergetar karenanya. Setelah itu, mereka bersiap-siap untuk menshalatkannya. Ketika hal itu disampaikan kepada Maslamah bin `Abdul Malik, dia berkata, 'Hendaklah orang yang mengenal ihwal orang ini yang mengimami shalat atas jenazahnya.' Aku mengimami shalat atas jenazahnya."

"Pada malam itu, orang-orang memperbincangkan ihwal dirinya, sebagian mereka membincangkannya kepada sebagian yang lain. Pada pagi hari berikutnya, mereka segera menyerang benteng itu dengan semangat yang baru dan hati yang diliputi kerinduan untuk bertemu dengan Allah Azza wa Jalla. Ketika hari menjelang siang, mereka telah berhasil merebut benteng itu atas berkat dan rahmat Allah Swt." (Ruhban-Al Lail).



Dikutip dari buku "Mukjizat Shalat Malam, Meraih Spiritualitas Rasulullah" karangan Sallamah Muhammad Abu Al-Kamal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar